Saturday, February 20, 2010

Anak Pergi Kerja, Ibu 'Ditaruh' di Plafon

In today's world, it seems that almost any topic is open for debate. While I was gathering facts for this article, I was quite surprised to find some of the issues I thought were settled are actually still being openly discussed.
DUA manusia renta bertahan hidup dari kepungan banjir di Baleendah, Bandung. Dua hari mereka bertahan di plafon dan atap rumah, sementara para tetangga menyelamatkan diri ke pengungsian. Tim penyelamat menemukan mereka dalam kondisi mengenaskan. ---------------------------------------------
CE CEP ALI YUSUF, Bandung
---------------------------------------------

Banjir yang melanda beberapa kecamatan di Kabupaten Bandung, Jabar, tiga hari belakangan telah menimbulkan kepedihan bagi ribuan warga. Berbagai kisah pilu juga menyertai bencana tahunan tersebut.

Kisah sedih itu, antara lain, menimpa dua warga renta, nenek Onoh, 80, dan kakek Moja, 89. Nenek Onoh, warga Cieunteung, Baleendah, yang lumpuh karena stroke terpaksa bertahan di plafon rumah selama dua hari, sebelum akhirnya diselamatkan tim Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kabupaten Bandung dan Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) Jabar.

Tiga hari lalu ketika Sungai Citarum mulai meluap, dua anak Onoh -Nana dan Ayung" berusaha menyelamatkan ibunya itu ke plafon rumah. Kasur, bantal, dan makanan ala kadarnya ikut dibawa. Ya, karena kawasan itu termasuk langganan banjir, hampir seluruh warga sudah menyiapkan plafon rumah atau lantai dua rumah (bagi yang mampu membangun) untuk "pengungsian" sementara bila tamu tak diundang itu datang. Karena itu, rata-rata plafon rumah warga dibangun cukup kuat untuk bisa ditinggali sementara waktu.

Namun, setelah "menyelamatkan" sang ibu, Nana dan Ayung pergi informasi lowongan kerja terbaru ke Cibaduyut, Kota Bandung, yang jaraknya sekitar lima kilometer dari Baleendah. Bersamaan dengan itu, dia menitipkan ibunya ke Yuni, tetangga sebelah rumah.

Malang bagi Onoh. Sepeninggal kedua anaknya, air banjir terus meninggi hingga mencapai tiga meter. Seluruh tetangga pun mengungsi ke Kampung Jembatan, Kelurahan Andir, sekitar 1 km dari Kampung Cieunteung. Sementara Onoh yang lumpuh hanya berharap keajaiban sambil bertahan di plafon. Dua anaknya hingga kemarin juga tidak diketahui kabarnya. "Ibu Onoh punya stroke. Tubuhnya sudah tidak lagi bisa bergerak. Hanya dia masih bisa bicara," ujar Yuni, tetangga.

How can you put a limit on learning more? The next section may contain that one little bit of wisdom that changes everything.

Yuni yang merasa bertanggung jawab karena dipasrahi Nana dan Ayung berusaha menyelamatkan nenek jompo itu. Sesekali dia mengantar makanan ke rumah Onoh dengan meminjam perahu karet yang ada di tempat penampungan, sambil terus berupaya mencari bantuan dari tim penyelamat. Sebab, mengangkutnya sendiri jelas tak mungkin.

Kemarin sore nenek Onoh dibawa ke Rumah Sakit Al-Ihsan, Baleendah, setelah malamnya dievakuasi tim Tagana dan ACT. Saat masuk RS, kondisinya sangat mengenaskan. Tubuhnya lemas dan hampir tak bisa bicara.

Nasib tak kalah tragis dialami kakek Moja. Pria 89 tahun warga Kampung Leuwi, Kabupaten Bandung, itu juga terisolasi banjir selama dua hari, sebelum akhirnya ditemukan tim penyelamat. Lebih parahnya, kakek renta tersebut hingga kini sebatang kara. Tak tampak seorang pun anggota keluarga yang mendampingi selama proses evakuasi hingga dibawa ke RS Al-Ihsan.

Selama proses evakuasi dan perawatan, dia juga terus merintih mengeluhkan perutnya yang sakit. Entah karena memang memiliki penyakit lambung atau karena perutnya belum kemasukan makanan setelah dua hari bertahan di atap rumah. "Perut saya sakit," begitu katanya berulang-ulang dengan suara lirih saat dibawa ke RS. Ketika diselamatkan dari atap rumahnya di Kampung Leuwi, kondisi Moja sangat mengenaskan. Wajahnya pucat, badan lemas, dan dia nyaris hanya bisa merintih. Regu penyelamat membopongnya ke perahu karet.

Hingga hari ketiga kemarin air belum surut. Di Baleendah ketinggiam air masih sekitar tiga meter. Penanganan petugas juga banyak dikeluhkan. Penanganan dinilai kurang bagus. Ada juga pengungsi yang terpaksa pergi dalam kondisi sakit. "Ada satu, setelah sempat bermalam di sini (tempat pengungsian, Red) dia pergi begitu saja," ujar Uyay, 45, salah seorang yang mengungsi di Kampung Jembatan, Kelurahan Andir. "Saya lihat dia pergi dengan tertatih-tatih," sambungnya.

Menurut dia, hal itu terjadi lantaran petugas kesehatan kurang mengontrol tempat-tempat pengungsian. "Sudah dua hari tak ada petugas medis yang mengontrol ke sini," imbuh Uyay.  Padahal, lanjutnya, warga telah menyampaikan keluhan kepada Menko Kesra Agung Laksono saat menyambangi korban banjir di Kampung Cieunteung dua hari lalu. "Setidaknya, satu kali dalam sehari mestinya petugas kesehatan mengontrol para pengungsi," harapnya.

Kepala UPTD Kesehatan Kecamatan Baleendah Rufaida menuturkan, pihaknya sudah berupaya menjemput bola dengan berkeliling memberikan pelayanan medis. Dalam sehari, kata dia, setidaknya pihaknya mengunjungi lima hingga enam titik. Dia mengklaim, hingga kemarin telah melayani 5.412 warga korban banjir di Kecamatan Baleendah yang mengidap berbagai penyakit. Penyakit ISPA yang paling banyak diderita korban. "Lainnya rata-rata menderita diare, gatal, sakit kepala, dan maag," ujar Rufaida. (jpnn/nw)

This article's coverage of the information is as complete as it can be today. But you should always leave open the possibility that future research could uncover new facts.

No comments:

Post a Comment